* * * SELAMAT DATANG * * * SELAMAT MEMBACA * * *

Friday, 6 January 2017

Qira'at dalam Al-Qur'an




A. Pengertian Qira’at dan Macam-Macamnya
            Secara etimologis, lafal qira’at merupakan bentuk masdar dari qara’a[1] yang artinya bacaan. Sedangkan secara terminologi qira’at berarti cara mengucapkan lafal-lafal Al-Qur’an sebagaimana yang diucapkan Nabi SAW, atau sebagaimana yang diucapkan oleh para Sahabat di hadapan Nabi, lalu Nabi mentaqrirkannya (membenarkannya).[2]
            Prof. Dr. H. Abdul Djalal HA. Membagi qiraat menjadi beberapa criteria antara lain dari segi pembacanya, para perawi dan dari segi nama jenis.[3] Qira’ah ditinjau dari segi pembacanya (qurra’) ada tiga yaitu:
1.      Qira’ah Sab’ah, yang disandarkan pada Imam tujuh ahli qira’ah. Para Imam yang termasuk dalam Qira’ah Sab’ah adalah: Nafi’ bin Abdurrahman, Asim bin Abi Najud Al-Asadi, Hamzah bin Habib At-Taimi, Ibnu “amir Al-Yasubi, Abdullah Ibnu Katsir, Abu ‘Amr Ibnul ‘A’la, dan Abu ‘Ali Al-Kisa’i.
2.      Qira’ah ‘Asyrah, yang disandarkan kepada sepuluh Ahli Qira’ah, yaitu tujuh orang pada Qira’ah Sab’ah ditambah Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa’, Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq Al-Hazari, dan Abu Muhammad Khalaf bin Hisham Al-A’mash.
3.      Qira’ah Arba’a ‘Asyrata, yang disandarkan kepada empat belas Ahli Qira’ah, yaitu sepuluh orang pada Qira’ah ‘Asyrah ditambah Hasan Al-Bashri, Ibnu Muhaish, Yahya Ibnul Mubarak Al-Yazidi, dan Abul Faraj Ibnu Ahmad Al-Shambudi.
Qira’ah ditinjau dari segi perawi ada enam yaitu:
1.      Qira’ah Mutawatirah
2.      Qira’ah Masyhurah
3.      Qira’ah Ahad
4.      Qira’ah Shadh
5.      Qira’ah Mauzu’
6.      Qira’ah Mudraj
Qira’ah ditinjau dari segi nama jenis ada empat yaitu:
1.      Qira’ah
2.      Riwayat, nama bacaan yang hanya berasal dari salah seorang perawinya sendiri.
3.      Tariq, nama untuk bacaan yang sanadnya terdiri dari orang-orang yang sesudah perawinya sendiri.
4.      Wajah, nama untk bacaan yang berdasarkan pilihan pembacanya sendiri.

B. Syarat Diterima dan Metode Penyampaian Qira’ah
            Dengan banyaknya periwayatan dalam qira’ah, maka ada beberapa syarat agar qiraah tersebut shahih dan dapat dibaca oleh umat. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut:[4]
1.      Qira’ah tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah Bahasa Arab.
2.      Sanad dari riwayat yang menceritakan qiraah-qiraah tersebut harus shahih.
3.      Bacaan yang diterapkan adalah bacaan yang cocok dengan Mushaf Usmani.
            Menurut Dr. Muhammad bin Alawi Al-Maliki bahwa di kalangan ahli hadis ada beberapa periwayatan atau penyampaian qira’ah diantaranya:[5]
1.      Mendengar langsung dari guru.
2.      Membacakan teks atau hafalan di depan guru.
3.      Melalui ijazah dari guru kepada murid.
4.      Guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang dikoreksinya untuk diriwayatkan.
5.      Guru menuliskan sesuatu untuk diberikan kepada muridnya.
6.      Wasiat dari guru kepada murid-muridnya.
7.      Pemberitahuan tentang qira’ah tertentu.
8.      Hasil temuan.

C. Sebab Terjadinya Perbedaan Qira’at
            Para ulama berbeda pendapat mengenai penyebab perbedaan qira’at, mereka berpendapat perbedaan qira’at Al-Qur’an disebabkan antara lain oleh:[6]
1.      Perbedaan qira’at Nabi Muhammad.
2.      Adanya taqrir atau pengakuan Nabi terhadap berbagai qira’at yang berlaku di kalangan kaum muslim waktu itu.
3.      Berbedanya qira’at yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi melalui perantaraan Malaikat Jibril.
4.      Adanya riwayat dari para Sahabat Nabi menyagkut berbagai versi qira’at yang ada.
5.      Adanya perbedan lahjat atau dialek kebahasaan di kalangan bangsa Arab.
6.      Merupakan hasil ijtihad para imam qira’at.

D. Faedah Adanya Macam-Macam Qira’ah yang Shahih
            Dari pembahasan di atas diketahui ada beberapa qira’ah yang shahih yang dapat dibaca dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Perbedaan dari beberapa qiraah yang shahih tadi mengandung beberapa faedah diantaranya:[7]
1.      Menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang terjaga kemurniannya meskipun metode membacanya mempunyai beragam cara.
2.      Memberi kemudahan kepada umat untuk membaca dan mempelajarinya sesuai metode yang mereka anggap mudah.
3.      Menunjukkan keagungan dan kemukjizatan Al-Qur’an.
4.      Menunjukkan adanya kemungkinan bacaan yang berlainan dalam satu lafadz/ kata, sehingga dapat dibaca dengan cara yang berbeda-beda.


[1] Manna’ Al-Qattan, Mabahit fi ‘Ulumil Qur’an, t.k., t.p., t.t., h.170
[2] Dra. Liliek Chana AW, M.Ag. & H. Syaiful Hidayat,Lc, M.Hl. Ulum Al-Qur’an dan Pembahasannya, Surabaya: Kopertais IV Press, 2014, h.397
[3] Prof. Dr. H. Abdul Djalal HA, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 1988, h.334
[4] Ibid., h.332
[5] Muhammad Alwi Al-Maliki, Zubdah Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 1999, h.52
[6] Dra. Liliek Chana AW, M.Ag. & H. Syaiful Hidayat,Lc, M.Hl. Ulum Al-Qur’an dan Pembahasannya, Surabaya: Kopertais IV Press, 2014, h.410-411
[7] Manna’ Al-Qattan, Mabahit fi ‘Ulumil Qur’an, t.k., t.p., t.t., h.180

Download file makalah lengkap disini
Download file presentasi disini

No comments:

Post a Comment

Please feels free to send us feedback. Thank You