Bagi setiap muslim, segala apa yang dilakukan dalam
kehidupannya harus sesuai dengan kehendak Allah SWT, sebagai realisasi dari
keimanan kepada-NYa. Kehendak Allah tersebut dapat ditemukan dalam kumpulan
wahyu yang disampaikan melalui Nabi-Nya (Al-Qur’an) dan penjelasan yang
diberikan oleh Nabi Muhammad mengenai wahyu Allah tersebut (Sunnah).
Sejak diturunkan ajaran Islam sampai wafatnya Nabi Muhammad
SAW, Islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh
perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula. Para ahli
hukum Islam menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukum karena didalam Al-Qur’an
dan Hadits banyak mengandung arti umum, sehingga ijtihad ini terasa sekali
kebutuhannya setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan tersebarnya Islam ke luar tanah Arab.
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad
diambil dari akar kata dalam bahasa Arab jahada
yang berarti kesungguhan atau kesanggupan. Secara bahasa ijtihad dapat
diartikan sebagai pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu. Yaitu
penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan suatu keputusan hukum tertentu
yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah (Chalik
& Siswanto, 2014 : 176). Banyak rumusan yang diberikan mengenai definisi
ijtihad, tetapi satu sama lainnya tidak mengandung perbedaan yang prinsip, masing-masing
saling menguatkan dan menyempurnakan. Diantara definisi tersebut adalah :
1. Imam
As-Syaukani dalam kitabnya Irsyad
al-Fuhuli memberikan definisi bahwa ijtihad adalah mengerahkan kemampuan
dalam memperoleh hukum syar’i yang bersifat amali melalui cara istinbath (mengeluarkan sesuatu dari
dalam kandungan lafaz).
2. Ibnu
Subki memberikan definisi ijtihad sebagai pengerahan kemampuan seorang faqih
untuk menghasilkan dugaan kuat tentang hukum syar’i.
3. Saifuddin
Al-Amidi dalam bukunya Al-Ihkam menyempurnakan dua definisi sebelumnya bahwa
ijtihad adalah pengerahan kemampuan dalam memperoleh dugaan kuat tentang
sesuatu dari hukum syara’ dalam bentuk yang dirinya merasa tidak mampu berbuat
lebih dari itu.
Penambahan
definisi al-Amidi tersebut mengandung arti bahwa pengerahan kemampuan tersebut
dilakukan secara maksimal, dengan demikian pengerahan kemampuan secara
sembrono, asal-asalan atau sekedarnya saja tidak dinamakan ijtihad. Dari
menganalisa ketiga definisi diatas dan membandingkannya maka dapat diambil hakikat
dari ijtihad itu sebagai berikut:
1. Ijtihad
adalah pengerahan daya nalar secara maksimal.
2. Usaha
ijtihad dilakukan oleh orang yang telah mencapai derajat tertentu dibidang
keilmuan yang disebut faqih.
3. Produk
atau yang diperoleh dari usaha ijtihad itu adalah dugaan yang kuat tentang
hukum syara’ yang bersifat amaliah.
4. Usaha
ijtihad ditempuh melalui cara-cara istinbath.
(Syarifuddin, 2001 : 226)
B. Macam-macam Ijtihad
Para
ahli hukum Islam merumuskan cara dan metode yang mereka gunakan dalam
berijtihad. Ada beberapa macam metode yang mereka gunakan dalam berijtihad
antara lain yaitu: Ijma’, Qiyas, Istihsan, Mashalihul Mursalah, Sudud Dzariah, Istishab,
dan Urf.
1. Ijma’,
menurut bahasa artinya sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad Saw sesudah
beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara
bermusyawarah. Hasil dari ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para
ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2. Qiyas,
yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Qiyas dapat
diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan
perkara lain yang mempunyai pokok permasalahan atau sebab akibat yang sama.
3. Istihsan,
yaitu suatu proses perpindahan dari suatu qiyas kepada qiyas yang lainnya yang
lebih kuat atau mengganti argument dengan fakta yang dapat diterima untuk
mencegah kemudharatan. Istihsan dapat diartikan pula sebagai usaha menetapkan
hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan.
4. Mashalihul Mursalah,
menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Menurut istilah mashalihul mursalah
berarti perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemashlahatan manusia.
5. Sudud Dzariyah, menurut
bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan
memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
6. Istihsab, yaitu
melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu
sampai ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut.
7. Urf, yaitu
perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun
perbuatan.
C.
Metode-metode Ijtihad
C.1.
Qiyas = Reasoning by Analogy
Dalam
menetapkan suatu hukum terhadap suatu hal yang belum diterangkan dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat dilakukan dengan menggunakan analogi terhadap
sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh Al-Qur’an atau As-Sunnah, karena
ada sebab yang sama. Diantara contohnya adalah larangan berkata uf dan larangan membentaknya pada Qur’an
surat Al Isra ayat 23. Dalam ayat tersebut terdapat dua larangan untuk berkata
uf dan larangan untuk membentaknya. Ulama berpendapat bahwa yang inti dari
larangan berkata uf dan larangan membentak adalah menyakiti. Oleh karena itu
setiap perbuatan yang menyakiti orang tua dilarang Allah. Diantara perbuatan
yang dapat menyakiti orang tua adalah memukulnya. Memukul orang tua lebih
menyakiti disbanding berkata uf atau membentak. (Mubarok, 2002).
C.2
Ijma’ = Consensus = Ijtihad Kolektif
Ijma’
merupakan kesepakan ulama Islam dalam menentukan suatu masalah ijtihadiyah.
Salah satu latar belakang yang mendasari ijma adalah ketika Ali bin Abi Thalib
mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya suatu masalah yang
tidak dibicarakan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan :
“Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai
bahan musyawarah”.
C.3.
Istihsan = Preference
Dalam
istihsan penetapan suatu hukum
terhadap suatu persoalan ijtihadiyah dilakukan atas dasar prinsip-prinsip umum
ajaran islam seperti keadilan, kasih sayang dan lain-lain. Para Ulama menyebut
istihsan sebagai qiyas khofi (analogi samar-samar) atau disebut sebagai pengalihan
hukum yang diperoleh dengn qiyas hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan
umum. Diantara contohnya adalah Jika seseorang mewakafkan sebidang tanah,
berdasarkan penggunaan istihsan, hal
itu sudah termasuk didalamnya hak pemanfaatan air minum dan hak jalan.
Berdasarkan istihsan, yang dimaksud
dengan wakaf adalah pemanfaatan barang yang diwakafkan oleh pihak penerima
wakaf. Jadi, perwakafan dalam teori istihsan
disamakan dengan sewa menyewa, yang illahnya mengacu pada perolehan manfaat.
(Haq, 2007: 246)
C.4. Mashalihul Mursalah = Utility
Dalam
penerapannya, mashalihul mursalah
menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan
kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at yang tidak
ditemukan hukumnya baik dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, maupun dalam ijma’. Contoh
: Pengumpulan Al-Qur’an dan penulisannya dalam satu mushaf yang tidak pernah
dilakukan di masa Rasulullah. Dasar pelaksanaannya adalah mashlahah, yakni demi terpeliharanya Al-Qur’an agar nilai
mutawatirnya tidak berkurang akibat wafatnya para sahabat. (Haq, 2007:
246)
D.
Kedudukan Ijtihad
Ijtihad
sebagai sumber hukum ketiga setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah terikat dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Pada
dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang
mutlak absolut, karena ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang
relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relative maka keputusan daripada
suatu ijtihad pun adalah relatif.
2. Suatu
keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang/masa/tempat
tapi tidak berlaku bagi orang/masa/tempat lain.
3. Ijtihad
tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah, karena urusan ibadah
mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
4. Keputusan
ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
5. Dalam
proses ijtihad hendaknya dipertimbangkan factor-faktor motifasi, akibat,
kemashlahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan
jiwa ajaran Islam.
Download file makalah lengkap disini
No comments:
Post a Comment
Please feels free to send us feedback. Thank You